Saatnya Sastrawan NTT Terlibat (Catatan Jurnalistik Seputar Festival dan Temu II sastrawan NTT)


Geliat sastra di Nusa Tenggara Timur yang sudah sejak lima tahun terakhir dianggap sangat tampak perkembangannya, mendapat perhatian serius dari Kantor Bahasa Provinsi NTT. Kantor Bahasa NTT yang merupakan UPT dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menciptakan suatu ruang komunikasi di antara para sastrawan dan penulis-penulis sastra pemula. Selain itu, Kantor Bahasa NTT juga berupaya memasyarakatkan sastra NTT (yang selama ini dianggap hidup di dunia privat para sastrawan atau penulis sastra) kepada kalangan luas melalui lembaga-lembaga pendidikan. Ruang komunikasi dan sosialisasi itu dikemas dalam bentuk Festival Sastra dan Temu Sastrawan NTT. Komitmen ini disampaikan oleh M. Luthfi Baihaqi, Kepala Kantor Bahasa NTT di hadapan Wakil Bupati dan Muspida Ende sebagai wakil pemerintah provinsi NTT, para sastrawan dan penikmat sastra, para peserta festival, serta mahasiswa Universitas Flores, pada pembukaan Temu II Sastrawan NTT.

Kegiatan ini telah menjadi agenda tetap dua tahunan sejak pertama kali kegiatan Temu Sastrawan NTT diadakan di Kupang pada tahun 2013. Kegiatan Festival dan Temu II Sastrawan NTT tahun 2015, diadakan di Kota Ende pada tanggal 5-10 Oktober 2015, bekerja sama dengan Universitas Flores.


Festival Sastra NTT


Kegiatan Festival Sastra yang dilaksanakan pada tanggal 5-8 Oktober 2015 dibuka secara resmi dan simbolis oleh Kepala Kantor Bahasa Provinsi NTT, M. Luthfi Baihaqi dan Rektor Universitas Flores, Stephanus Djawanai melalui pengguntingan pita dan pembukaan baliho mini di Auditorium Universitas Flores pada Senin, (5/10).

Festival ini melibatkan sejumlah siswa-siswi dan guru dari berbagai lembaga pendidikan tingkat PAUD hingga perguruan tinggi. Secara rinci, festival ini meliputi lomba membaca puisi tingkat SD dengan jumlah peserta sebanyak 43 orang, lomba menulis opini/esai sebanyak 19 orang, lomba bercerita cerita rakyat tingkat SMP sebanyak 30 orang, lomba mendongeng bagi guru PAUD/TKK dan SD sebanyak 5 orang, lomba menulis kritik sastra tingkat perguruan tinggi sebanyak 15 orang, dan lomba musikalisasi puisi dari berbagai sekolah yang diikuti oleh 16 grup musik, serta perlombaan dan pertunjukan majalah dinding kreatif oleh sekolah-sekolah menegah atas yang ada di kabupaten Ende.

Kegiatan non-lomba yang juga dilakukan dalam rangkaian Festival Sastra NTT kali ini meliputi beberapa kelas dan bengkel sastra yang dipandu oleh para sastrawan nasional yang turun dan terlibat langsung bersama para peserta yang umumnya berasal dari Universitas Flores. Bengkel sastra penulisan cerpen diasuh oleh sastrawan kondang asal NTT, Gerson Poyk dan putrinya yang juga seorang cerpenis dan novelis terkemuka Fanny Poyk. Mario F. Lawi, seorang sastrawan muda NTT yang telah banyak menghasilkan karya-karya puisi yang diakui secara luas (nasional) berbagi keahliannya dalam bengkel sastra penulisan puisi. Bengkel sastra penulisan kritik sastra diasuh oleh akademisi sastra dan linguistik asal NTT, Dr. Yoseph Yapi Taum serta kritikus dan sastrawan berpengalaman, AS Laksana yang mengaku sudah jatuh cinta dengan NTT sejak pertama kali hadir di Festival Sastra Santarang 2015, di Kupang.

Rangkaian acara Festival Sastra NTT dilanjutkan dengan bincang-bincang sastra dan peluncuran buku antologi sastrawan NTT. Buku antologi sastrawan NTT itu terdiri dari tiga judul, yaitu Nyanyian Sasando (Antologi Puisi Sastrawan NTT), Cerita dari Selat Gonsalu (Antologi Cerpen Sastrawan NTT), dan Dari Avontur ke Wasiat Kemuhar (Antologi Ulasan Buku Karya Penulis NTT). Peluncuran buku ini ditandai dengan penyerahan buku antologi kepada para sastrawan, akademisi dan narasumber, rektor Unflor, dan segenap peserta Temu II Sastrawan NTT yang hadir.

Marieta B. Larasati, sebagai ketua panitia, dalam penyampaian laporan kegiatan mengapresiasi antusiasme yang tinggi dari berbagai lembaga pendidikan di kota Ende, yang nyata dalam keaktivan mengikuti berbagai festival sastra ini. Pada kesempatan lain, Dr. Yoseph Yapi Taum menjelaskan bahwa dari pengamatannya selama hari-hari perlombaan, sangat terlihat perkembangan yang menarik dalam hal apresiasi sastra di kalangan masyarakat, khususnya di sekolah-sekolah. Meski demikian, ia juga memberi catatan khusus dalam bidang perlombaan kritik sastra, yang menurut pengamatannya masih butuh banyak pendalaman. Atmosfir apresiasi sastra yang baik ini selayaknya dirawat dan ditingkatkan dari hari ke hari.

Temu II Sastrawan NTT

Kegiatan Temu II Sastrawan NTT (8-10 Oktober 2015) dibuka secara resmi oleh pemerintah Provinsi NTT yang diwakili oleh Wakil Bupati Ende, bersama dengan Gerson Poyk, sebagai sesepuh dan tokoh sastra NTT lewat pemukulan gong. Sebelumnya, para sastrawan dan segenap peserta Temu II Sastrawan NTT diterima oleh pemerintah daerah, dan selanjutnya oleh keluarga besar Universitas Flores, dalam seremoni adat Lio.

Kegiatan diawali oleh sambutan dari berbagai pihak, salah satunya sambutan Gubernur NTT yang dibacakan oleh Wakil Bupati Ende. Setelah acara pembukaan, dilanjutkan dengan penyerahan penghargaan kepada pemerintah dan Universitas Flores oleh Kantor Bahasa NTT atas kerjasama dalam berbagai kegiatan pengembangan sastra NTT. Diberikan pula penghargaan kepada Gerson Poyk sebagai Tokoh Sastra NTT 2015. Gerson Poyk dinobatkan sebagai perintis sastra dan sastrawan NTT modern oleh karena karya perdananya yang terbit pada 1961 ‘membuka jalan’ bagi sastrawan lain asal NTT selanjutnya, hingga saat ini. Selain itu, tanggal 16 Juni (tanggal kelahiran Gerson Poyk) ditetapkan sebagai Hari Sastra NTT. Pada kesempatan ini pula, diadakan penyerahan hadiah kepada para pemenang berbagai kategori lomba pada Festival Sastra NTT 2015. Selanjutnya, rangkain kegiatan Temu II Sastrawan NTT meliputi seminar dan diskusi, safari sastra (penulisan puisi bertema ‘Ende dalam Kebersamaan’), serta penetapan rekomendasi serta putusan hasil Temu II Sastrawan dan Malam Pembacaan Puisi bersama sastrawan NTT.

Kegiatan seminar dan diskusi (9/10) di Aula Unflor berlangsung dalam dua sesi. Seminar I membahas tiga tema, antara lain Sastra sebagai Penumbuh Budi Pekerti dan Pendukung Gerakan Literasi Indonesia oleh Drs. I Wayan Tama, M.Hum – Kepala Balai Bahasa Provinsi Bali, Sastra sebagai Pendukung Pendidikan Karakter Masyarakat NTT oleh Prof. Stefanus Djawanai, Ph. D – Rektor Unflor, serta Sastra dan Media: Mendorong Karya Sastra NTT Lebih Go-Media oleh Hermien Y. Kleden, jurnalis Tempo Media Group.
Hermien Y. Kleden dalam kapasitasnya sebagai jurnalis memberikan apresiasi kepada sastrawan NTT yang karya-karyanya mulai berbicara di pentas sastra nasional. Hermien Y. Kleden menyoroti penulis-penulis muda NTT antara lain Mario F. Lawi dan Anastasia Fransiska Eka.

Mario F. Lawi telah menulis buku-buku kumpulan puisi antara lain, Memoria (IBC, 2013), Ekaristi (PlotPoint, 2014), dan Lelaki Bukan Malaikat (GPU, 2015). Buku pertama dipilih sebagai salah satu Buku Puisi Rekomendasi Tempo 2013. Setahun kemudian, buku kedua terpilih sebagai Buku Puisi Pilihan sekaligus membuatnya dinobatkan Tokoh Seni (Sastra) 2014 oleh majalah yang sama. Sedangkan Anastasia Fransiska Eka dianggap memiliki visi perjuangan feminis dalam karya-karya cerpennya. Hermien Y. Kleden yakin bahwa masyarakat NTT secara kolektif memiliki tradisi berbahasa Indonesia yang baik, dimulai dari keluarga, dan didukung pula oleh tradisi pendidikan katolik yang tertanam kuat di bumi NTT. Bagi Hermin, sejauh ini seminari-seminari menjadi lumbug-lumbung penulis dan sastrawan NTT, dan asumsi ini didukung oleh data yang disampaikan Dr. Yoseph Yapi Taum, bahwa lebih dari 70% penulis sastra di NTT sekurang-kurangnya pernah mengenyam pendidikan seminari.

Seminar II yang berlangsung lebih menarik membahas tiga tema antara lain, Karya Sastra dan Tanggungjawab Sosial: Wacana Kritis Merespon Masalah Sosial Budaya dalam Masyarakat NTT disajikan oleh Dr Yoseph Yapi Taum – Dosen dan Peneliti dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Sastra Digital sebagai Media Alternatif: Batasan, Prospek, dan Komunitas Pendukungnya oleh Samsul Hari - Pengajar Sastra Digital, dan Perkembangan Sastra Mutakhir Indonesia oleh Narudin Pituin -sastrawan, penerjemah, dan kritikus sastra.

Dr. Yoseph Yapi Taum membahas pentingnya peran sastrawan lewat karya-karya mereka bagi pendidikan sosial masyarakat dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Dr. Yapi Taum memaparkan contoh dan menekankan beberapa poin penting yang diambil dari disertasi doktoralnya, mengenai bagaimana tragedi 1965 terrepresentasi dalam karya-karya sastra masa itu. Menurut Dr. Yapi Taum, sudah selayaknya sastrawan NTT mengambil bagian dalam kampanye-kampanye sosial menanggapi berbagai masalah sosial seperti kemiskinan, perdagangan orang, hingga rekonsiliasi tragedi 1965 di wilayah NTT yang juga menjadi wacana nasional.

Rekomendasi dan Putusan

Temu II Sastrawan NTT menghasilkan beberapa rekomendasi dan putusan penting. Beberapa putusan itu menyangkut komitmen bersama dalam upaya memperkenalkan sastra NTT lewat berbagai promosi, pembiayaan, pendidikan, dan pengembangan untuk berbagai event di tingkat nasional serta internasional, sebagai bahan pembelajaran di sekolah-sekolah, pengembangan komunitas sastra dalam rangka sosialisasi dan beberapa hal teknis lain.

Kepada awak media, Dr. Yoseph Yapi Taum mewakili segenap sastrawan NTT juga menyampaikan kekecewaan kepada pemerintah Provinsi NTT yang kurang memberikan perhatian dan berpartisipasi dalam seluruh rangkaian kegiatan Festival dan Temu II Sastrawan NTT. Menanggapi hal ini, diajaukan suatu rekomendasi kepada pemerintah dan masayarakat untuk turut dalam pengembangan kesusastraan dan menjamin kebebasan berekspresi para sastrawan.

Kantor Bahasa NTT juga menjalin kontrak kerjasama selama lima tahun dengan Universitas Flores, yang ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh M. Luthfi Baihaqi Kepala Kantor Bahasa NTT dan Prof Stefanus Djawanai, Ph. D – Rektor Unflor. Kerja sama itu meliputi program literasi masyarakat NTT, dokumentasi bahasa dan sastra lisan daerah, berbagai penelitian linguistik serta berbagai program menyangkut pembinaan dan pengembangan bahasa. Rangkaian kegiatan Festival dan Temu II Sastrawan NTT ditutup dengan acara makan malam dan pentas puisi bersama, yang melibatkan para sastrawan NTT, beberapa pelajar, mahasiswa Unflor, para pegiat di komunitas Sastra Rakyat Ende (SARE), dan peminat sastra di seputar kota Ende.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar