SEBUAH "PLANG" DI PANTAI LOKARIA (Catatan Kecil Buat Orang Lokaria dan Para Pemerhati Lingkungan)


Jumat malam saya terkejut. Ketika hendak ke Maumere, saya lewat di depan sebuah gang beberapa meter dari rumah. Di pinggir jalan gang itu, saya lihat satu plang yang baru saja ditanam. Saya yakin belum sampai dua belas jam plang itu ditanam, sebab saya tahu, siang hari ketika lewat di tempat yang sama, plang itu belum ada. Saya terkejut dengan tulisan di plang itu. Bunyinya kira-kira begini, 'Jalur Evakuasi'. Ini seperti informasi, awasan, peringatan, atau sebuah penyadaran. Namun, saya kira, apapun nada pesan tulisan ini, sejatinya itu kembali ke perspektif orang yang membacanya. (Meski saya yakin tulisan ini punya tujuan tertentu, dan memang harus begitu). Oranye-Putih, kombinasi warna plang itu. Saya tidak tahu siapa yang menanam plang itu. Namun, dari kombinasi warnanya tadi, pikiran saya langsung terasosiasi ke Badan Penanggulangan Bencana Nasioanl (BPBN), atau Tim SAR dan sejenisnya. Artinya sederhana saja, daerah tempat saya tinggal sekarang (Jalan Nairoa Lokaria, Kec. Kangae-Kabupaten Sikka), ada dalam jalur bencana berdasarkan kategori orang, atau instansi, atau LSM yang memasang plang itu. (Warga Lokaria jangan dulu takut, ini pendapat saya). Jika memang daerah kami punya potensi mengalami gangguan hebat saat bencana, bencana apakah yang paling mungkin terjadi?? Dan saya teringat pantai, lalu laut. Cerita-cerita mengenai gempa '92 seperti mewujud nyata di kepala saya. Ah.. akhirnya ada yang mengingatkan kami, para penduduk Lokaria, bahwa kami punya memoria passionis tentang gempa yang menelan banyak korban, menghabiskan begitu banyak harta benda.

Saya menulis ini hari Minggu, setelah pada hari Sabtu, saya tergerak hati melihat-lihat pantai Lokaria yang akrab dengan masa kecil kami. Saya mengabadikannya dalam beberapa gambar yang saya lampirkan ini. Secara singkat, saya bisa jelaskan begini:
*) Masih ada juga kakak-kakak dan anak-anak serta bapak dan mama yang berkarang. Dahulu sekali bersama teman-teman, berkarang seperti kegiatan wajib yang harus dibuat saat air laut surut. Melihat masih ada yang berkarang, saya merasa melihat ada harapan, bahwa cerita-cerita tentangnya akan terus hidup, meskipun saya tahu betul, anak-anak sekarang lebih suka sepeda atau playstation.
*) Kondisi pantai Lokaria, pantai kita, sedang sekarat! Abrasi yang terjadi melahap puluhan bahkan ratusan centimeter pantai dari hari ke hari. Kita kehilangan halaman, kehilangan pantai kita! Di foto yang saya bagikan, kita bisa melihat, kelapa-kelapa yang dulu menjulang gagah, kini reot, rubuh, dan mati!
*) Saya bersyukur dan yakin sekali kita akan punya taman laut yang begitu indah. Yah, Begitu Indah. Lau kita sangat potensial. Sejauh mata memandang, terumbu karang-terumbu karang terhampar dalam luas yang membesarkan hati. Mari kita jaga sama-sama.
*) Masih ada orang yang peduli. Mba, Susi, yang dikenal sebagai 'Ratu Sampah' karena keaktivan dan prestasinya membuat bank sampah, mendaur ulang sampah-sampah, membuat rumah pemberdayaan bagi banyak orang tidak mampu, memberikan contoh yang baik dengan membuat perangkap lumpur, yaitu menanam bibit-bibit manggrove. Mba Susi, yang membuat pantai ini terkenal dengan nama 'Pantai Paris', merasa memiliki pantai ini.

Pada akhirnya, saya akui, saya kehabisan kata-kata. Kalau saja bisa saya simpulkan, kesimpulan saya mungkin begini: "Lebih murah, mudah, dan menguntungkan mendirikan plang peringtan, semudah mengeluarkan izin reklamasi pantai atau pendirian hotel serta pabrik-pabrik dan gudang-gudang di pinggir pantai, dari pada memberi sedikit perhatian untuk membuat suatu rehabilitasi." ‪#‎selamatkan_pantai‬

Tidak ada komentar:

Posting Komentar