Dari ‘Pisang Goreng’ Hingga Bisnis Swalayan (Kisah Sukses Bapak Stefanus Bogar)



Nama lengkapnya Stefanus Bogar, tetapi lebih akrab disapa Opa Bogar. Opa Bogar lahir pada musim ‘sako seng’ (buka kebun) masyarakat kampung Kimang Buleng tahun 1936. Karena alasan administrasi, ketika masuk Seminari Mataloko, Opa Bogar memilih tanggal 8 Septemeber 1937 (bertepatan dengan hari raya kelahiran Bunda Maria) untuk waktu kelahirannya. Kiprahnya di dunia kewirausahaan dimulai sejak ia menamatkan pendidikannya di Seminari. Menyadari realitas kemiskinan yang dialami keluarga dan masyarakat sekitarnya waktu itu, Opa Bogar bertekad melakukan suatu perubahan pola pikir dan bahkan pola hidup di bidang ekonomi.
Tahun 1960-an Opa Bogar mulai dengan usaha pisang goreng. Selama 10 tahun Opa Bogar setia pagi samapai malam menjual pisang goreng. Awal tahun 1970-an ia mulai membuka usaha dagang pada kios-kios kecil (‘papalele’) di kompleks pasar tingkat Maumere sekarang ini. Ketika sistem pemerintahan Kerajaan Sikka beralih ke sistem swapraja, Opa Bogar diminta untuk bekerja di bagian keimigrasian karena keahlian berbahasa asing yang ia miliki dari Seminari. Gaji pegawai imigrasi waktu itu Rp.300,- per bulan, berbanding sangat jauh dengan hasil dagangnya, yaitu Rp.6000,-. Hal ini kemudian membuat Opa Bogar teguh dan yakin untuk fokus di dunia usaha dagang. Usahanya berkembang hingga ia memiliki 12 buah kios.
 Berbekal ilmu yang ia dapat dari syering dengan Baba Go’ salah seorang pebisnis awal di kota Maumere, Opa Bogar mulai melakukan investasi dengan menyisihkan 20% dari hasil usahanya setiap bulan, selama 20-an tahun. Pada awal tahun 1980-an, beliau terkejut dengan simpanannya, di bank. Beliau kemudian memutuskan untuk membeli suatu bangunan yang dilelang oleh BRI, dan mendirikan suatu toko berlantai dua yang lebih permanen. Tahun 1989, ketika St. Yohanes Paulus II mengunjungi kota Maumere, beliau memohon berkat untuk satu Arca Bunda Maria, yang kemudian diletakkannya di depan tokonya yang resmi berdiri tahun 1990. Toko berpelindung Bunda Maria itu diberi nama ‘Bogadarma’ yang ia ambil dari namanya ‘Bogar’ dan ‘dharma’ yang berarti amal. Tahun 2014, toko ini kemudian dikembangkan menjadi pusat perbelanjaan berbasis swalayan. Dari tahun-tahun, omzet usaha Opa Bogar telah mencapai miliaran rupiah.
“Setiap pekerjaan itu baik, yang penting halal, hanya banyak orang kita yang malas dan malu bekerja”, demikan pandangan Opa Bogar terhadap realitas masyarakat di sekitarnya. Sambil bergurau Opa Bogar berkisah, “businessman itu orang sibuk. Saya bersyukur, pendidikan di seminari dengan rutinitasnya membentuk saya untuk selalu giat bekerja. Selain itu, seminari juga membentuk saya untuk hidup hemat. Lihat saja pola dan menu makannya. Pembentukan rohani juga memberi banyak manfaat bagi hidup saya. Saya kira tiga hal ini saja yang menjadi kunci sukses. Kerja keras, hidup hemat, dan tidak lupa Tuhan”.
Dari pengalamannya, Opa Bogar melihat tantangan yang terbesar dalam membangun usahanya tidak terlihat dari persaingan dengan mayoritas pedagang yang datang dari luar tetapi dari mentalitas pribadi dan konsep hidup masyarakat. “Dalam berdagang, yang namanya persaingan itu biasa dan sehat. Sekarang, kita saja yang tahan atau tidak. Kalau sudah mulai, tekunlah. Masyarakat kita masih menghidupi pola hidup yang konsumtif, bukan produktif. Orang diberi modal atau bekerja, dan dapat uang tetapi langsung habis saat itu juga. Mereka tidak berpikir, hari ini saya dapat Rp.100.000,- bagaimana besok bisa jadi Rp.200.000,-.” Opa Bogar juga berpendapat “adat kebiasaan itu baik, tetapi kita juga harus kritis, kebiasaan itu konsumtif atau produktif. Kekeluargaan tidak berarti kita hidup bergantung terus dengan orang yang sudah sukses. Belum lagi pesta di sana-sini. Kadang kala, anak-anak kita membangun keluarga di atas utang ‘batu-pasir’ gara-gara keluarganya rakus adat. Kalau kita mau keluar dari kemiskinan, kita harus lawan pola-pola hidup yang konsumtif itu”.
Untuk mewujudkan tekadnya mengubah pola hidup dan realitas kemiskinan masyarakatnya, Opa Bogar menjadikan setiap orang yang bekerja di usaha dagangnya sebagai anak didik. Opa Bogar berusaha membagikan ilmunya dan memberi modal bagi mereka untuk mendirikan usaha mereka sendiri. Tidak sedikit dari orang-orang yang pernah bekerja bersama Opa Bogar kini hidup dengan usaha mereka sendiri. Bahkan keempat anaknya ia arahkan untuk terjun ke dunia wirausaha. Opa Bogar juga menjadi salah satu pendiri CU Pintu Air yang dimulai di kampung halamannya di daerah Rotat-Natawulu-Dota dan kini berkembang pesat bahkan hingga ke luar Flores. Bagi beliau, cara paling baik dalam membantu masyarakat untuk keluar dari realitas kemiskinan adalah memberdayakan mereka.
Bagi kaum muda, Opa Bogar berpesan bahwa berwirausaha itu menjanjikan dan suatu kebanggaan. “Sekolah itu berfungsi untuk membangun potensi diri, jadi selesai sekolah buka lapangan kerja, jangan cari kerja. Jangan sampai ilmu yang dimiliki akhirnya tidak terpakai karena tidak sesuai pekerjaan yang diperoleh.” Hal ini sudah dipraktikan kepada anak-anaknya, dan karena rahmat Tuhan mereka pun mendulang kesuksesan. “Jadi wirausahawan itu membuat kita lebih bebas dan tidak tergantung dari orang yang menyediakan lapangan kerja bagi kita. Jangan harapkan lapangan kerja dari pemerintah tetapi ciptakan inovasi dan usaha kreatif. Kuncinya cuma ini: kerja keras, hidup hemat, berani lawan kebisaan konsumif, dan jangan lupa Tuhan”.

2 komentar:

  1. Opa Bogar patut menjadi inspirator orang-orang Sikka terjun ke dunia bisnis. Hal menarik tentang beliau, beliau memberi nama toko Bogdharma; seorang Bogar berbisnis juga beramal!
    Ijin share

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, inspiratif. Terima kasih sudah membaca. Silahkan di-share saudara :) salam

      Hapus