‘Membangun Masyarakat Indonesia yang Berpikir’ (Wawancara Ekslusif bersama Ayu Utami)


Ayu Utami Memberikan Sambutan dalam Pembukaan FSS 2015

Di sela-sela perhelatan Festival Sastra Santarang (FSS) 2015, Warta Flobamora berkesempatan menggali sedikit lebih dalam pengamatan dan ide kreatif Ayu Utami seputar perkembangan komunitas-komunitas serta kesusastraan NTT. Berikut petikan wawancara bersama beliau.

FSS berhasil diselenggarakan di Kupang atas inisiatif Komunitas Salihara Jakarta bekerja sama Dusun Flobamora. Apa alasan Komunitas Salihara memilih NTT dan sudah sejak kapan memperhatikan perkembangan kesusastraan NTT?

Sebenarnya saya tidak memperhatikan NTT secara khusus. Kalau ditanya sudah berapa lama, ya mungkin belum terlalu lama. Kami selalu mencoba melihat perkembangan sastra dan komunitas-komunitas sastra di Indonesia. Kami melihat Komunitas Dusun Flobamora sebagai suatu geliat intelektual yang menarik, dengan aktivitasnya yang cukup tinggi di bidang sastra. Itu terjadi kira-kira tiga-empat tahun belakangan ini, terutama sejak adanya social media. Jadi, NTT atau Flobamora termasuk salah satu yang masuk ke radar kami karena karya-karya sastra dan aktivitas-aktivitas sastra yang kelihatan bermunculan.

Dalam FSS ini, kita tidak hanya berbicara tentang sastra tetapi juga mengenai perkembangan-perkembangan komunitas secara umum. Menurut Mba Ayu, apa arti penting eksistensi suatu komunitas kreatif atau komunitas budaya dalam suatu kota?

Menurut saya, komunitas merupakan keluarga pertama atau kelompok pertama yang mau menemukan sesuatu. Sesuatu, entah itu kesenian atau kesusastraan, tetapi yang pertama-tama tidak bersifat komersil atau bisa langsung diserahkan pada mekanisme pasar, harus selalu membutuhkan support. Sastra atau seni tidak langsung menghasilkan uang, maka mereka tidak bisa diserahkan untuk sustain pada dirinya, sehingga harus ada rahim yang membesarkan mereka. Komunitas menjadi tempat pertama yang merawat pertumbuhan karya-karya sastra dan kesenian. Karena tidak bekerja menurut mekanisme pasar, motivasi kerja anggota komunitas terutama berasal dari ide-ide, kesukaan, kecintaan pada sesuatu, sehingga sesuatu itu bisa bertumbuh meski tanpa duit. Mungkin, kalau dia (komunitas) bertumbuh besar, akan ada pendapatan, kita tidak tahu. Namun, yang saya alami, seni atau pun sastra membutuhkan jalan dan waktu yang panjang untuk menghasilkan uang.

Mempertegas pertanyaan sebelumnya, menurut Mba Ayu, apa dampak atau manfaat komunitas-komunitas kreatif atau komunitas budaya, secara khusus sastra, bagi masyarakat di NTT?

Dampaknya mungkin tidak langsung. Namun, masyarakat-masyarakat yang tidak memiliki komunitas-komunitas, atau kelompok-kelompok yang mengusahakan kesenian atau sastra akan menjadi masyarakat yang pragmatis. Mereka hanya berpikir untuk kepentingan bisnis dan uang semata. Hal ini akan membuat suatu masyarakat terasa kering, dan pada suatu saat akan mendatangkan bahaya tertentu, karena mulai tidak menghargai nilai-nilai dan kearifan lokalnya lagi. NTT masih kaya akan kearifan lokal. Komunitas seni dan sastra bisa menjadi ruang juga aktor untuk merawatnya.

Setelah FSS ini berlangsung, apa harapan juga visi dan misi Komunitas Salihara, Mba Ayu khususnya, untuk komunitas-komunitas sastra di NTT?  

Saya selalu berharap bahwa semua benih kebaikkan yang ada di Indonesia itu bertumbuh. Secara khusus saya berharap Dusun Flobamora, juga komunitas-komunitas yang ada di daerah bertumbuh lebih baik. Tentu saja akan ada banyak halangan, seperti support dari media dan masyarakat luas yang masih sangat sedikit. Karena itu saya berharap membuat suatu kerja sama, supaya komunitas-komunitas lokal ini punya akses langsung ke tempat-tempat lain di dunia, misalnya institusi-institusi yang bisa langsung mendanai aktivitas komunitas-komunitas ini. Saya mencita-citakan suatu jaringan kerjasama yang tidak hirarkis di antara komunitas-komunitas. Salihara juga punya cita-cita dan kepentingan ya. Cita-cita besarnya menjadikan Indonesia maju sebagai bangsa yang berpikir. Bukan hanya bangsa yang menymbangkan tenaga fisik tetapi juga bangsa yang menyumbangkan pikiran untuk dunia. Untuk cita-cita besar ini kita harus bergerak bersama-sama. Sebagai komunitas yang berpengalaman kami ingin membagikan apa yang kami punya, kontak-kontak, pengetahuan-pengetahuan, bagi komunitas-komunitas di daerah termasuk NTT. Dengan begitu, komunitas-komunitas di daerah bisa berkembang mandiri, dan bersama-sama berjuang untuk cita-cita besar tadi, membangun masyarakat Indonesia yang berpikir. (Eka Nggalu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar