Hidup dari Spirit ‘Sako Seng’ (Kelompok Tani ‘Mage Wolot’)


Derasnya arus ekonomi global dengan segala macam motif dan pesaingan yang begitu hebat, tidak pernah menyurutkan perjuangan para petani sederhana dari Dusun Napung Metit-Habibola, Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka untuk membangun asa bagi hidup mereka. Berbekal kecakapan alami dan juga yang mereka dapat dari pengalaman hidup, para petani yang masih sangat tradisional ini punya cara jitu dalam menyikapi ketidakstabilan ekonomi yang hampir selalu terjadi. Cara jitu yang mereka tempuh adalah membangun organisasi tani ‘akar rumput’ yang mereka beri nama ‘Kelompok Tani Mage Wolot’. Organisasi ini menjadi sangat istimewa, karena digerakkan oleh spirit ‘sako seng’, suatu tradisi gotong royong masyarakat etnis Krowe-Krowin dalam mengelola lahan pertanian.

“Mulanya kami menjalankan tradisi sako seng. Hari ini kerja di kebun saya, besok kerja di kebun saudara yang lain, lusa kerja di kebun saudara yang lainnya lagi. Begitu seterusnya sampai semua kebun dari semua saudara habis tergarap. Setelah bertahun-tahun baru kami mulai berpikir untuk membuat satu kelompok tani yang lebih tertata rapi”, demikian dengan sangat polos dan sederhana Bapak Romanus Mitan menjelaskan awal berdirinya kelompok tani ini.

Aktivitas kelompok ini mulai dijalankan pada tahun 1997, beranggotakan belasan orang. Setiap anggota wajib membayar upah tertentu (uang) per orang setiap kali kebunnya digarap. Uang hasil pembayaran ini dimasukkan ke dalam kas kelompok. Tidak hanya di kebun, kelompok juga terlibat dalam berbagai kegiatan, misalnya pembangunan rumah warga anggota kelompok maupun non anggota kelompok serta pembangunan lain yang dijalankan di desa. Seperti biasa upah kerja dimasukkan ke dalam kas kelompok. Ini menjadi modal awal operasional kelompok.

Kelompok ini sempat mandek pada awal tahun 2000 akibat terbengkalainya administrasi keuangan. Pada tahun 2007 pembaruan dan penertiban administrasi dilakukan dengan Bapak Wilibrodus Susar sebagai ketua dan bapak Romanus Mitan sebagai bendahara dengan 25 anggota. Sejak saat itu kelompok mulai mengembangkan berbagai program bekerjasama dengan pemerintahan Desa dan Dinas Pertanian. Hampir setiap tahun mereka mendapat bantuan tetap berupa bibit (jagung hibrida dan kacang), pupuk, pestisida untuk tanaman umur panjang (mente dan kelapa), tanaman-tanaman hortikultura uji coba serta berbagai pelatihan agrikultural kontemporer. Bahkan Dinas Peternakan pun meberikan bantuan berupa kredit kambing.

Untuk kesejahteraan anggotanya, kelompok tani ini mengembangkan berbagai program seperti simpan pinjam, pengadaan perlengkapan makan hingga memasak untuk disewakan, dan dana duka. Dana duka melibatkan tidak hanya anggota tetapi juga masyarakat non anggota. Setiap anggota program dana duka akan memberikan kepada anggota lainnya yang mengalami kedukaan sumbangan berupa beras 5 kg dan uang Rp.10.000,- dan juga sumbangan tenaga untuk mengurus segala hal yang perlu hingga upacara pemakaman selesai.

Meskipun cukup eksis, kelompok tani yang sangat sederhana ini masih menghadapi banyak kendala seperti kurangnya sumber air, akses jalan yang buruk dengan biaya transportasi yang mahal, administrasi khususnya di bagian simpan pinjam yang belum tertata baik, juga masalah kekuatan manajemen internal yang diharapkan bisa mengatasi tekanan harga yang ditentukan para pemilik modal. Mereka masih membutuhkan perhatian pemerintah daerah dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat untuk membantu mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi. Harapan besar mereka letakan pada pundak putra-putri Nian Tana yang telah mengenyam pendidikan untuk pulang membangun daerahnya, dan turut menyambung asa bagi kelangsungan kerja serta hidup mereka; sekali lagi, dalam spirit ‘Sako Seng’!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar